Magelang
kota Harapan...
Kota kecil
daerah Provinsi Jawa Tengah, dekat dengan Jogjakarta... ^o^
Jika kita bicara makanan khas, pasti kita
langsung teringat berbagai makanan unik yang khas dari berbagai daerah di
Indonesia.
A. Gethuk.
Getuk makanan khas yang cukup kuat dikenal masyarakat luas atas Kota
Magelang. Bahkan bisa dibilang bahwa makanan khas Kota Magelang adalah
"Getuk Trio".
Padahal "Getuk Trio" hanyalah salah satu produk getuk kemasan kota unik dengan tiga kecamatan dengan keseluruhan 17 kelurahan itu.
Kota Magelang yang hanya seluas 18,13 kilometer persegi dan berpenduduk 124.627 jiwa itu dikenal unik karena di tengahnya terdapat Gunung Tidar setinggi sekitar 500 meter di atas permukaan air laut dan udara cukup sejuk antara 25 hingga 27 derajat Celsius. Orang Magelang sepertinya kukuh menyebut Tidar sebagai gunung dan bukan bukit meskipun tingginya hanya sekitar 500 meter dpl.
Beberapa produk getuk kemasan atau bermerek yang dihasilkan khas kota itu seperti Trio, Eco, Marem, dan Week, sedangkan harganya saat ini bervariasi antara Rp12.500 hingga Rp14.000 per kardus.
Padahal "Getuk Trio" hanyalah salah satu produk getuk kemasan kota unik dengan tiga kecamatan dengan keseluruhan 17 kelurahan itu.
Kota Magelang yang hanya seluas 18,13 kilometer persegi dan berpenduduk 124.627 jiwa itu dikenal unik karena di tengahnya terdapat Gunung Tidar setinggi sekitar 500 meter di atas permukaan air laut dan udara cukup sejuk antara 25 hingga 27 derajat Celsius. Orang Magelang sepertinya kukuh menyebut Tidar sebagai gunung dan bukan bukit meskipun tingginya hanya sekitar 500 meter dpl.
Beberapa produk getuk kemasan atau bermerek yang dihasilkan khas kota itu seperti Trio, Eco, Marem, dan Week, sedangkan harganya saat ini bervariasi antara Rp12.500 hingga Rp14.000 per kardus.
Produk getuk kemasan itu cukup banyak dijumpai di berbagai toko oleh-oleh
makanan khas di berbagai tempat di kota itu. Getuk Magelang biasanya mampu
bertahan antara tiga hingga lima hari, tanpa dimasukkan kulkas.
Selain itu, juga cukup banyak pembuat getuk yang penjualannya bukan dalam kemasan kardus tetapi bungkusan daun pisang atau kertas minyak.
Produk getuk secara tradisional itu terutama dijual di pasar-pasar tradisional setempat atau pedagang "tenongan" dengan rasa yang tak kalah dengan produk kemasan dan kualitas tetap terjamin. Harga getuk Magelang tanpa kemasan yang dijual di pasar-pasar setempat bias lebih bersahabat atau sesuai kebutuhan pembeli, misalnya Rp2.000, Rp5.000 atau Rp10.000 per bungkus.
Kekhasan getuk Magelang karena terdiri atas berbagai warna dengan aroma khusus, dan di mulut terasa halus.
Getuk adalah makanan berbahan baku singkong yang pembuatannya tampak tidak rumit. Singkong dikukus kemudian dihaluskan dengan cara digiling, lalu diberi gula, garam, dan mentega secukupnya, pewarna serta aroma sesuai kekhasan produsennya.
Umumnya para pembuat getuk tidak menggunakan bahan pengawet atau pemanis buatan. Pada masa lalu, untuk menghaluskan singkong yang sudah direbus, dengan cara ditumbuk menggunakan lesung.
Hingga saat ini kelihatannya belum ada penelitian secara serius tentang sejarah getuk Magelang.
Selain itu, juga cukup banyak pembuat getuk yang penjualannya bukan dalam kemasan kardus tetapi bungkusan daun pisang atau kertas minyak.
Produk getuk secara tradisional itu terutama dijual di pasar-pasar tradisional setempat atau pedagang "tenongan" dengan rasa yang tak kalah dengan produk kemasan dan kualitas tetap terjamin. Harga getuk Magelang tanpa kemasan yang dijual di pasar-pasar setempat bias lebih bersahabat atau sesuai kebutuhan pembeli, misalnya Rp2.000, Rp5.000 atau Rp10.000 per bungkus.
Kekhasan getuk Magelang karena terdiri atas berbagai warna dengan aroma khusus, dan di mulut terasa halus.
Getuk adalah makanan berbahan baku singkong yang pembuatannya tampak tidak rumit. Singkong dikukus kemudian dihaluskan dengan cara digiling, lalu diberi gula, garam, dan mentega secukupnya, pewarna serta aroma sesuai kekhasan produsennya.
Umumnya para pembuat getuk tidak menggunakan bahan pengawet atau pemanis buatan. Pada masa lalu, untuk menghaluskan singkong yang sudah direbus, dengan cara ditumbuk menggunakan lesung.
Hingga saat ini kelihatannya belum ada penelitian secara serius tentang sejarah getuk Magelang.
Tetapi diperkirakan sekitar 1940-an getuk Magelang
lahir, sebagai pengganti beras yang sulit didapatkan masyarakat setempat karena
penjajahan Jepang. Ketika itu cukup banyak pohon singkong tumbuh di sekitar
kota itu sehingga warga mengolahnya menjadi getuk.
Sedangkan Getuk Trio mulai diproduksi pada 1958. Nama "Getuk Trio" melejit sejak 1960-an, ketika Ratu Sirikit dari Thailand yang berkunjung ke Candi Borobudur, tak jauh dari kota itu, sempat menikmatinya.
Sejak beberapa tahun terakhir, dalam berbagai kegiatan seremonial, pertemuan, atau hajatan warga misalnya, selalu tersaji getuk sebagai salah satu menu camilan.
Warga setempat juga bangga jika membawakan oleh-oleh getuk Magelang saat bertandang ke handai tolan dan sanak familinya yang tinggal di luar kota itu.
Sedangkan Getuk Trio mulai diproduksi pada 1958. Nama "Getuk Trio" melejit sejak 1960-an, ketika Ratu Sirikit dari Thailand yang berkunjung ke Candi Borobudur, tak jauh dari kota itu, sempat menikmatinya.
Sejak beberapa tahun terakhir, dalam berbagai kegiatan seremonial, pertemuan, atau hajatan warga misalnya, selalu tersaji getuk sebagai salah satu menu camilan.
Warga setempat juga bangga jika membawakan oleh-oleh getuk Magelang saat bertandang ke handai tolan dan sanak familinya yang tinggal di luar kota itu.
B. Senerek
Senerek
menjadi menu makanan khas Kota Magelang, sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
"Senerek" berasal dari kata "Snert" yakni kacang polong
(warna hijau) yang kemudian diucapkan dalam lafal Jawa di kota itu menjadi
"senerek", meskipun hal itu tidak sesuai karena makanan itu
kenyataannya menggunakan kacang merah. Senerek makanan berkuah yang enak
disantap panas-panas sehingga cocok untuk kota berhawa sejuk itu. Bahan senerek
antara lain kacang merah, daging sapi, wortel, selederi, bawang merah, bayam,
sedangkan bumbunya bawang putih, merica, pala, dan garam. Harga senerek di
warung setempat saat ini Rp6.500 (penyajian senerek dengan nasi dicampur satu
mangkuk) hingga Rp8.500 (penyajian senerek dengan nasi dipisahkan).
Bagi Anda yang berkunjung ke Magelang, rasanya kurang
afdol bila hanya mencicipi Gethuk sebagai makanan khas Kota Magelang. Ada
makanan khas lain yang sangat sayang bila Anda lewatkan. Sup Kacang Merah atau
yang lebih sering disebut Sup Senerek oleh orang Magelang merupakan
makanan khas Magelang yang konon sudah digemari sejak jaman Belanda. Asal kata
Senerek-pun sebenarnya dari bahasa Belanda yaitu Snert yang
kurang lebih artinya adalah kacang polong.
Salah satu warung Sup Senerek yang terkenal
adalah Warung Senerek Bu Atmo yang terletak di jalan Mangkubumi
Jendralan, Magelang. Kalau dulu saya lebih mengenal warung ini dengan sebutan
warung mbok Goprak, mungkin karena suara ‘goprakan’ (suara kayu jatuh) saat
memasak. Salah satu keunikan warung ini adalah bahan bakar untuk memasak masih
menggunakan kayu (bisa Anda saksikan kayu bakar yang ditata rapi di samping
warung). Seporsi Sup Senerek (yang termasuk nasi, jeroan sapi (babat dan iso)
serta bayam) dijual seharga Rp. 7000,- dan Andapun bisa menambahkan berbagai
macam lauk lain yang tersedia seperti sate kerang, perkedel kentang dan tempe
bacem. Sebagai pelepas dahaga atau teman makan Sup Senerek, Anda bisa memesan
Minuman Kencur (es kencur atau kencur hangat terserah selera Anda).
Warung Sup Senerek Bu Atmo ini buka mulai pukul
07.30 sampai 16.00 dan cukup ramai pada jam 10.00 ke atas apalagi pada waktu
makan siang. Di warung ini, Anda tidak hanya dapat mencicipi Sup Senerek
tapi juga nasi rames dengan berbagai macam pilihan sayur seperti sayur kikil,
lombok ijo tempe, gudeg, dll. Ke
betulan saya datang sekitar pukul 07.00 dan
Sup Senerek sengaja saya bungkus untuk makan siang walaupun sebenarnya lebih
enak makan di tempat. Terus terang, Sup Senerek ini merupakan tombo
kangen dan nostalgia karena waktu di Jakarta dulu saya cukup
kesulitan untuk menikmati Sup Senerek ini. Maklum saja, untuk memasak senerek
(kacang merah) hingga empuk dibutuhkan waktu yang cukup lama sehingga bagi
sebagian pedagang mungkin tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan.
Nah, bagi Anda yang berkunjung ke Kota Magelang tidak
ada salahnya mampir sejenak bersama keluarga untuk mencicipi Sup Senerek
di Warung Bu Atmo, Jl. Mangkubumi Jendralan, Magelang.
Sop
Senerek,masakan khas dari Magelang memang nggak banyak yang tahu.Sup ini
sebenarnya adalah kuliner peninggalan masa penjajahan Kolonial Belanda dahulu,
Sop Senerek berasal dari kata Snert (kacang polong),
tetapi orang Magelang menyebutnya senerek dan dibuat dari kacang merah. (ada
masakan sejenis di Menado, dengan nama Brenebon/ Bruineboone, tapi mengunakan
daging babi, jadi untuk umat muslim sebaiknya dihindari, atau ditanyakan dulu
mengunakan daging apa..)
Tampilannya
mungkin seperti sop Iga atau sop buntut pada umumnya, tetapi mungkin yang
membedakannya adalah Kacang Merah sebagai inti bukan sebagai garnish, dan
penggunaan kaldu kacang yang membuat sop ini khas dan BEDA…
C.Slondok
Magelang khususnya di desa parakan industri rumahan krupuk slondok sudah
begitu banyak dan menjadi salah satu pekerjaan yang cukup untuk menghidupi
keluarga.
Cara pembuatannya sangat sederhana. krupuk slondok berbahan dasar ketela
pohon yang dipilih dengan baik kemudian dikupas dan di rebus hingga matamg.
Setelah proses perebusan selesai ketela di tumbuk sampai halus dengan diberi
bumbu, bawang putih, garam dan penyesap rasa. usahakan sontrot yang ada pada
ketela sudah di bersihkan terlebih dahulu. selanjutnya proses penggilingan,
penggilingan dapat dilakukan dengan manual maupun mesin. Hasil gilingan
dipotong sesuai selera. Proses selanjutnya adalah membentuk ketela yang sudah
di giling atau biasa di sebut “getuk” di bentuk melingkar. Jemur
pada sinar matahari sampai kering, karena jika tidak kering akan membuat minyak
goring boros. Yang istimewa disamping rasanya yang khas juga tanpa bahan
pengawet.walau tanpa bahan pengawet tetapi dengan penyimpanan yang benar bisa
bertahan hingga 1 tahun.
Slondok sangat berarti dalam kehidupan keluarga saya khususnya
bagi saya sendiri. karena dengan industri rumahan tersebut, saya bisa merasakan
bangku kuliah saat ini di Universitas Negeri Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar